kakinya turuti kepala yang kebingungan,
Beku, mati rasa,
Hanya ada hitam yang memutari kepala,
Andai ada yang bisa disalahkan,
Tangannya siap menghajar habis - habisan,
Tapi pada siapa?
Paling mudah menjangkau diri sendiri,
Kalau saja tak ada rasa sakit,
Takkan ragu dia menerjang peluru, bahkan maut.
Pintu beragam kelir,
Mereka ada dimana - mana,
Mengambang dalam gelap,
Dia benci memilih,
Kenapa Tuhan tak beri saja dua, Benar atau Salah,
Kakinya sudah hilang selera,
Semu, semua jadi semu,
Pintu - pintu itu, Ruang gelap, Kakinya bahkan Dirinya.
Dia memilih menunggu,
Membiarkan waktu gerogoti dirinya perlahan,
Detik demi detik..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar