Sabtu, 01 November 2014
Ohh Ibu Pertiwi
Kembang Gula
PANGGUNG PARA PION
Menunggu Malaikat
Minggu, 19 Oktober 2014
Puisi Cinta Lagi
CINTA itu gulanya rasa,
Semua – semua yang memakai kata CINTA disemuti manusia.
Umpama mampu kujual CINTA, hingga ku kaya,
Kemudian aku hanya bisa berdusta, menyembah berhala,
Dan mati dilaknat dosa.
Semua yang waras menyukai bau CINTA,
Sampah yang berbau CINTA pun akan terus dikenangnya,
Tak pernah dibuang apalagi hangus terbakar, kalau bisa didaur ulang.
Di ruangan ini banyak berserakan CINTA,
Berbagai macam rupa mereka melukis CINTA,
Berbagai macam suara mereka mengucap CINTA,
CINTA, CINTA, CINTA..
Semua punya rasa yang sama, hanya beda merah, biru, hitam, putih, kelabu atau jingga.
Mereka bilang CINTA itu gila, CINTA itu buta, CINTA ya CINTA,
Entahlah, aku bodoh dalam bercinta, nilaiku NOL BESAR,
Kekasihku bosan disudut ranjang.
Suatu hari, aku kan belajar tentang CINTA,
Aku jatuh, Kemudian bercinta,
Mungkin aku kan gila, mungkin juga buta,
Seperti mereka, para pemuja berhal
Minggu, 21 September 2014
Dalam Pelukan Malam
Balonku
Nama Ditembok
Kamu Dibawah Hujan
Bunga Tanpa Nama
Selasa, 19 Agustus 2014
Jalan Berputar
Lukisan-NYA
Rabu, 09 Juli 2014
Noda Jari Kelingking
Selamat Malam
Kamprett
Mabuk Anggur
Sabtu, 14 Juni 2014
Yang Maha Cantik
Dalam Matamu
Jalang Ku Sayang
Kepada Yang Maha
Agak Sepi Disini
Rabu, 26 Maret 2014
Membenci Wajahmu
Hiperbolis
Mimpiku Mimpimu
Aku Angin
Sabtu, 11 Januari 2014
Hati Dalam Kulkas
Seperti yang pernah kubilang,
Aku kembali untuk mengambilnya,
Hatimu,
Yang berbulan – bulan kau simpan dalam kulkas.
Dingin membeku, Diam membisu,
Kau bergeming,
Tubuhmu enggan bergerak dari depan pintu kulkas,
Menghalangi sentuhan hangat yang sudah sejak pagi kusimpan ditangan.
Rasa itu telah samar tertutup kembang es,
Hangatnya sirna dihembus freon.
Benda itu bukan miliku lagi,
Bukan untukku,
Aku benci es.
Pesan Ditembok
Pesanmu datang melalui udara,
Bertanya kabar, usapan kata sayang, hangat peluk kata rindu.
Berjatuhan jarang – jarang seperti gerimis,
Kau bilang hatimu mendung.
Tiga hari,
Tulisan – tulisan itu hanya menempel ditembok kamar,
Kata – kata manis yang hanya jadi santapan semut hitam,
Tanpa balasan.
Rindumu bertanya,
Kali ini tajam, menyudutkan,
“Aku kangen, apa kamu enggak?”
Aku tidak berani membacanya lama – lama,
Huruf – huruf itu semakin menyudutkan,
Mereka membentuk wajahmu.
“Kamu enggak kangen?”
Pesannya menjurus jadi interogasi penyidik,
Aku terpojok disudut kamar,
Oleh rentetan pesan. Pertanyaan.
Aku tidak,
Rasa itu sudah untuk yang lain.
Aku hanya jawab dalam hati.
Kubiarkan ribuan pesan memenuhi kamar,
Memojokanku.
Tanpa balas.
Batu Dibawah Hujan
Kubiarkan hujan menempa diri,
Berharap batu di dada bolong, terkikis derasnya butiran air,
Sambil kuresapi dingin guyuran air.
Kau menarik lenganku,
Tubuhku tak bergerak,
Usapan air yang dingin membuatku beku.
Kau memeluk tubuhku,
Hati ini bergeming,
Air hujan belum melubangi batu ini,
Sekedar goresan halus yang merajah dada.
Dingin meresap dalam dada, memeluk mesra,
Mementahkan pelukmu yang hangat,
Hangat hatimu tak mampu melumerkan batu ini,
Dingin hujan lebih bisa kunikmati.
Aku lebih memilih dingin air hujan,
Aku bersamanya.
Sisakan hangat pelukmu untuk yang lain.
Kekasih Malam
Selamat tinggal sore, kau cantik hari ini,
Aku ingin berias menyambut malam,
Dia bilang dia akan datang dengan anggun,
Aku tak mau terlihat buruk dibawahnya, aku harus berias,
Aku tak ingin mengecewakannya.
Kami bertemu,
Dia pemalu, lebih banyak diam,
Angin jemarinya membelai lembut, sedikit geli,
Peluknya sejuk memancing birahi,
Aku menjaga nafsu,
Bintang sedang mengintip dari celah lubang langit,
Bulan menggantikan cahaya lilin,
Lolongan serigala mengalun lembut dari gramofon,
Romantis.
Kami akan bercinta, bukan mengadu nafsu.