Powered By Blogger

Rabu, 26 Maret 2014

Membenci Wajahmu



Wajahmu, ada sesuatu disana,
Terlalu banyak senyum bertaburan.
Aku tak terlalu menyukainya.
Dibawah gazebo teduh,
Warna - warni pelangi keluar dari mulutnya,
Membusur ke dadamu,
Pintu itu terbuka,
Ribuan bidadari menari di bawah pelangi.

Apa yang disuarakan pelangi itu?
Seberapa manis? Begitu indahkah MEJIKUHIBINIU itu?
Tak penting bagiku,
Tapi berati bagi senyummu.

Aku benci melihatnya,
Saat kau tersenyum menyambut pelangi dari bibirnya.
Mengapa pula kau memamerkan wajah itu?
Aku memilih kau tersedu, mengaduh,
Mencari pundakku, membasahinya,
Aku terasa lebih berguna,

Menjadi pahlawan kesiangan.

Hiperbolis



Aku tak butuh mawar,
Nafasmu mengembuskan wangi dalam ruang antara kita,
Kecupmu mungkin tak semanis coklat Belgia,
Tinggalkan saja semua pemanis buatan itu,
Kita bukan lagi sepasang anak kecil yang baru belajar berpegangan tangan.

Aku tak butuh purnama,
Sinar redup matamu menerangi jalanku,
Jalan mataku menemukan matamu.
Sepasang tangan menggenggam hangat,
Mengatakan "Kita akan baik - baik saja".
Kusingkirkan seluruh nafsu malam ini,

Agar besok pagi kita tetap baik - baik saja.

Mimpiku Mimpimu



Aku bermimpi menjadi dirimu,
Disana aku bahagia,
Ada tangan yang menggenggam,
Hangat memberi rasa aman,
Tapi itu wajah dia bukan aku.

Kau bermimpi menjadi diriku,
Kau biarkan dia memelukku,
"Aku ingin kau bahagia",
Kau pergi setelah mengatakannya.

Aku terbagun dari mimpi,
Kau sudah diujung pintu,
Melangkah pergi,
Menutup pintu perlahan, sangat erat,
Menyisakan ruang gelap.
Mimpi mimpi itu,

Mimpi kita.

Aku Angin



Aku pembawa sejukmu,
Tak perlu kau resahkan panas Jakarta,
Biar kutiup peluh gundahmu,
Keterbangkan dedaunan,
Kubuat mereka menari,
Tuk mengundang senyummu.

Aku angin mu,
Tak bisa kau peluk,
Tak mungkin kau genggam,
Rasakan saja aku,
Hembusan sayangku, Kesejukan cintaku,
Tak perlu kau balas semua itu
Takkan mampu angin kau peluk.