Powered By Blogger

Senin, 02 Mei 2011

Hati angin - angin

Angin, zat yang tidak terlihat tetapi tidak dikategorikan sesuatu yang gaib atau suatu mahkluk halus. Angin bergerak kemanapun dimanapun disetiap tempat yang memiliki celah, angin terkadang bisa mempengaruhi sesuatu membawanya kearah searah dengan hembusannya. Sulit mengendalikannya bila ia telah berhembus, berputar, membawamu, membawa tubuhmu, menerbangkan rambutmu, membawa hatimu menggoyangkan pendirian. Aku terkadang berfikir angin berhembus di dalam diriku, menerbangkan jiwaku, terkadang sampai aku terhembus sampai tempat yang begitu tunggi, tempat dimana aku tidak lagi memungkinkan untuk menapak daratan tempat yang membuat hatiku begitu terasa lebih tinggi dari kedudukan orang lain, sehingga aku mempunyai begitu banyak alasan untuk menyombongkan diri dan merasa memiliki derajat yang lebih tinggi dari punya orang lain. Kalau sudah dalam keadaan seperti ini, menatap keataslah pandanganku, membusungkan dada, menabrak orang lain yang menghalangi jalanku, menendang apapun yang menghalangi langkahku, melompati semua genangan air tanpa sesekali berkaca diatasnya, meludah di setiap tempat yang kuanggap menjijikan, menghina semua yang kuanggap jelek. Begitu percaya diri malah lebih mengarah kearah sombong saat berada diatas angin atau saat angin membawa hatiku terbang tinggi dan berharap angin tidak membawaku jatuh.
Sayangnya tidak selamanya angin yang bertiup dihatiku ini selalu menerbangkan hati ketempat yang lebih tinggi, ada saatnya angin membawa hatiku ketempat yang rendah, mejatuhkan rasa sombong jauh dari percaya diri. Disaat seperti ini aku berjalan gontai, terhuyung seperti benar-benar tertiup angin. Tidak ada lagi rasa sombong tetapi cenderung rendah hati yang terlalu rendah sampai aku takut tidak berani bergerak untuk melawan apapun, minder dengan apa yang aku punya. Aku hanya ingin berembunyi, menyendiri berharap angin ganti berhembus ketempat yang lebih tinggi seperti sebelumnya.
Angin terkadangpun bertiup tidak keruan, sesaat membawaku begitu tinggi tapi dalam sekejap telah menghempas kebawah, mengubah perasaan menggoyang keyakinan mudah terpengaruh oleh suatu doktrin yang berbisik mencuci otak. Sesaat mengatakan benar pada suatu yang salah, kadang mengatakan salah kepada semua kebenaran. Ada saat memihak kelompok kanan tapi sekejap telah berseragam kelompok kiri. karenanya hujatan penghianat kerap berteriak – teriak dikupingku. Yang lebih parah lagi saat angin membawaku kedalam duka, aku menangis tersedu meneteskan airmata menggunakan tangan menutupi kedua mata yang terus mengeluarkan air tanpa takut kehabisan. Selanjutnya angin membawaku tertawa seperti orang gila yang sesaat menangis lalu mendadak tertawa. Menertawakan sesuatu yang konyol, yang bodoh tapi itu masih kuanggap normal, sampai suatu ketika akupun sanggup menertawakan penderitaan orang lain lebih parahnya lagi sampai aku menertawakan penderitaan diri sendiri, merasa lucu terhadap hati sendiri, yang disisi hati sebelah lainnya menangis tapi sisi sebelah lainnya tertawa geli atau datangnya silih berganti semula sedih mungkin karena rasa frustasi sampai bisa tertawabersama kesedihan. Entah ini suatu kelebihan atau aku sudah mendekati gila atau skizofrenia.
Sampai kini aku belum bisa berpegang pada suatu yang kuat, berdiri pada pondasi yang kuat, masih kubiarkan angin membawa suasana hati ini menerbangkannya kemana pun dia berhembus membawa tinggi dengan kekuatannya menyentuh awan hujan berkedip saat melihat silaunya kilat berteriak saat petir menghantam gendang telinga dengan gelegar yang dahsyat sampai berkeringat saat mendekat matahari dan terbakar ketika menyentuhnya.
Ketika tinggi, angin mendadak berhenti berhembus. Hati angin – angin terhempas kebumi mata hanya bisa menatap kebawah, saling bertatapan dengan tanah atau daratan apapun yang siap dihempas. Tanah seperti tersenyum jahat menanti hempasan dahsyat yang bisa menyebabkan hancurnya hati angin – angin ini, bahkan bukan hanya hati yang akan hancur tapi sekujur tubuh. Sekujur tubuh yang dimiliki hati angin – angin. Batu hitam dengan bentuk tidak keruan yang tergabung dengan tanah yang memebentuk dratan sepertinya telah siap untuk menghancurkan tubuh hati angin – angin, bahkan bila diizinkan diapun dengan senang hati menjadi media perantara pencabut nyawa yang bekerjasama dengan malaikat ajal untuk memisahkan nyawa dengan tubuh. Hati angin – angin sudah pasrah dan hanya bisa memejamkan mata, mata yang saat itu juga mulai mengurai air dari setiap sudut kelopak mata itu sendiri.
Ribuan meter, ratusan meter, puluhan sampai tinggal beberapa centimeter menghempas daratan, tanpa pertanda angin berhembus bersama badai secara tiba – tiba menerbangkan kembali hati angin – angin bersama tubuhnya menghempaskan ke utara sejenak senyum pun mengembang dari bibir tipis mengurai air mata yang tadi memebasahi pipi dan perlahan mata yang tadi terpejam sedikit demi sedikit berani dibuka sambil menyombongkan diri kepada daratan tanah dan batu yang tadimya tersenyum menyambut remukan tubuhnya si pemilik hati angin – angin sambil mengucap syukur kepada angin yang telah menerbangkannya dan menyelamatkannya. Melewati perkampungan, sawah yang sudah agak menguning, hutan hijau yang dibagian lainnya telah gundul karena ulah penebang hingga melewati pantai pasir putih. Angin mengurangi hembusannya, mata bisa dengan teliti menatap biru laut dengan ombak yang sesekali menjilat tubuhnya karena angin membawanya semakin rendah, hatinya hati angin – angin mulai galau dan takut dengan suasana laut yang biru menghitam dengan ombaknya yang deras yang membasahi tubuhnya. Pertanda buruk hati sempat berpikir angin menginginkannya mati dilahap air laut terkubur didasar laut dan jika ada predator yang berminat akan melahap habis tbuhnya hingga tidak bisa merasakan hempasan angin yang selama ini menjadi pegangan hati. Namun sempat nyaman hati ini ketika angin membawa naik keatas dengan hembusannya, berpikir angin sekali lagi mengancam hidup dan menyelmatkan hidup hati angin – angin. Sampai ditengah laut dimana air semakin gelap tanda kedalaman yang sangat pekat begitu dalamnya laut ini ditambah ombak yang semakin buas menjilati langit hingga tubuhpun sesekali merasakannya dinginnya air laut.
Angin berhenti berhembus, mata dipejamkan tubuhpun menghantam laut dengan kerasnya tergulung ombak hingga mendekati pantai menghantam karang yang keras yang menancap kuat di laut, tapi nyawa belum terlepas karena hati masih merasakan sakit terbenur karang. Gelombang ombak menggulung menyeret kembali ketengah laut tapi nyawa belum juga terlepas karena masih bisa merasakan asin air laut yang tertelan, hingga tubuh bertemu pusaran air yang berputar menyeret kedalam mengisi ruang pernafasan dengan air laut yang dingin kejam dan tidak berperasaan. Setengah sadar gelembung – gelembung udara keluar dari mulut dan hidung tanda oksigen telah melayang dari paru – paru menyatu dengan air laut. Beberapa meter, ratusan meter, ribuan meter semakin jauh kedalam dasar laut. Hati sudah tidak bisa merasakan adanya angin bertiup, anginyang selama ini jadi tumpuan arah hati angin – angin hanya ada dinginnya air laut disekeliling sampai tubuh dan hati sudah tidak bisa merasakan apa – apa lagi. Kali ini aku tidak akan membiarkan nyawa ini terbang, terbang terbawa angin biar kubenamkan di dasar laut yang dingin, minimal tidak terbawa terbang tanpa arah lagi dan mulai menetapkan pendirian jangan membiarkan hati terbawa angin menjadi hati angin – angin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar